Oleh: Muhammad Rafi, S.Ag – Penyuluh Agama Islam Kemenag Kotabaru

Pernikahan adalah ibadah yang penting dan sakral dalam ajaran Islam. Pernikahan merupakan ikatan atau kesepakatan janji yang dilaksanakan dua orang untuk meresmikan hubungan perkawinan. Dalam bahasa Arab, pernikahan berasal dari kata al-nikah yang memiliki arti jimak atau hubungan seksual. Selain itu, kata al-nikah juga memiliki makna akad yang berarti ikatan atau kesepakatan.
Sebuah pernikahan bukan hanya persoalan menyatukan dua insan dan dua hati, melainkan juga persoalan menunaikan tujuan pernikahan itu sendiri, yakni menyempurnakan agama, melaksanakan titah ilahi serta sunah nabi dalam rangka menjaga keturunan, meraih kebahagiaan, dan sebagainya. Tujuan pernikahan penting untuk ditegaskan agar setiap pasangan bisa mengingatnya dan mewujudkannya.
Berkaitan dengan pernikahan, masyarakat sering bertanya berapa usia ideal untuk menikah?
Dalam ajaran Islam, secara umum setiap muslim disunahkan untuk melaksanakan pernikahan. Namun hukum menikah ini nantinya bersifat tentatif sesuai kondisi dan niat masing-masing individu. Hukum menikah berdasarkan keadaan dan niat individu dapat dibagi kepada lima macam, yaitu (lihat (Fath al-Mu’in: 44-46):
Pertama, wajib menikah. Ini berlaku bagi orang yang memiliki kemampuan untuk menikah dan punya keinginan kuat untuk menyalurkan gairah seksualnya, sehingga dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kemaksiatan.
Kedua, sunah menikah. Ini berlaku bagi orang yang memiliki kemampuan untuk menikah, mau, dan punya keinginan untuk menyalurkan gairah seksualitas, namun tidak sampai pada taraf dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam kemaksiatan
Ketiga, sunah ditinggalkan. Hukum ini berlaku bagi orang yang berkeinginan untuk menyalurkan gairah seksualitas namun tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi.
Keempat, makruh menikah. Ini berlaku bagi seseorang yang memang tidak menginginkan nikah, baik karena perwatakan, ataupun karena suatu penyakit. Pada saat yang sama, ia juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya
Kelima, haram menikah. Ini berlaku nikah berlaku bagi orang yang menikah dengan tujuan menyakiti atau tujuan-tujuan lain yang melanggar ketentuan agama.
Berlandaskan hukum fikih di atas, seorang muslim sebaiknya mengevaluasi dirinya, “apakah ia sudah layak untuk menikah atau belum?” Ini penting dipertimbangkan agar tidak terjadi masalah mendasar di kemudian hari. Sebab, acapkali persolan di rumah tangga bersinggungan dengan kesiapan dan kedewasaan suami-istri sebagai pasangan.
Usia Pernikahan Nabi Muhammad dan Isyarat Kematangan Pribadi
Penjelasan hukum menikah sebagaimana disebut di atas memang tidak menyebutkan secara pasti kapan usia ideal seorang muslim untuk menikah. Namun, jika kita merujuk pada sejarah kenabian, khususnya pribadi nabi Muhammad saw, sang pembawa wahyu sekaligus mufasir pertama, maka akan didapati bahwa beliau menikah pada usia yang matang (Rahiq al-Makhtum: 50-51).
Nabi Muhammad saw diriwayatkan menikah pada usia dua puluh lima tahun (25 tahun) dengan seorang perempuan mulia bernama Khadijah binti Khuwailid. Interaksi baginda dengan Khadijah dimulai saat Nabi saw dipercaya untuk membawa barang dagangan Khadijah ra ke negeri Syam bersama Maisarah (seorang pemuda tangan kanan Khadjah).
Sepulangnya dari negeri Syam, nabi Muhammad saw membawa banyak keuntungan yang tidak pernah dilihat oleh Khadijah ra. Pada saat itu Maisarah bercerita bahwa nabi saw adalah yang mulia, cerdas, jujur, dapat dipercaya, amanah, dan sebagainya. Mendengar hal itu, Khadijah ra kemudian mengutus Nafisah binti Munyah untuk menyampaikan lamaran kepada beliau.
Alkisah setelah dilakukan dialog, keluarga nabi Muhammad saw dan keluarga Khadijah ra sepakat untuk melaksanakan pernikahan. Menurut Shafiyurrahman al-Mubarakfury, pada saat itu nabi saw menyerahkan mahar kepada Khadijah sebanyak 20 ekor unta muda. Dalam riwayat disebutkan bahwa lain maharnya adalah 4.000 dinar emas, 100 unta yang matanya hitam dan bulunya merah, 10 perhiasan, dan 28 budak.
Terlepas dari mana yang lebih kuat, kedua riwayat tersebut menjelaskan secara implisit bahwa nabi Muhammad saw saat menikah benar-benar siap seutuhnya, baik fisik maupun psikis. Umur 25 tahun merupakan usia matang seseorang untuk memulai keluarga. Pada saat yang sama, nabi Muhammad saw juga mampu secara finansial, ini dapat dilihat dari mahar yang diberikan kepada Khadijah ra.
Usia Ideal Menikah Menurut Ilmu Kesehatan dan Psikologi
Berkaitan dengan nikah dini, khususnya di bawah umur 19 tahun, para pakar kesehatan menemukan adanya risiko kesehatan. Berdasarkan analisa data perkawinan usia anak di Indonesia hasil kerja sama BPS dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), ada berbagai dampak negatif yang dapat terjadi pada sebuah pernikahan yang dilakukan pada usia di bawah 19 tahun.
Di antara risiko tersebut adalah perempuan yang menikah di usia dini memiliki risiko kematian saat melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur. Risiko ini bisa mencapai lima kali lipatnya. Perempuan yang menikah dini akan mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Kemudian, di usia yang masih muda, remaja sering kali belum memiliki status dan kekuasaan yang mapan di dalam masyarakat untuk melanjutkan hidup dan mereka biasanya masih sulit untuk mengontrol diri sendiri. Selain itu, angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.
Karena mempertimbangkan alasan kesehatan, psikologis, moral dan sosial di atas, pada tahun 2019 Pemerintah Indonesia menerbitkan UU Nomor 16 Tahun 2019 yang menyebut bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki. Artinya, di Indonesia usia ideal menikah adalah 19 tahun atau lebih. Jika lima ragam hukum menikah dalam Islam, keteladanan nabi Muhammad saw, tinjauan kesehatan, dan UU Nomor 16 Tahun 2019 dihubungkan, maka akan didapati bahwa usia ideal menikah di Indonesia adalah 19 tahun atau lebih. Namun perlu diperhatikan, selain pertimbangan usia, harus dipertimbangkan juga terkait kesiapan secara fisik, psikis, dan finansial agar tujuan pernikahan bisa tercapai.
Discussion about this post